Suatu Sabtu (Bagian II) : Prisa dan Sebelah Lensa Kacamata yang Hilang

Suatu Sabtu, Sore Setelah Futsal di Tahun 2009

Sesaat Setelah futsalan, layar hape nokia butut ku menandakan ada sebuah SMS masuk. Aku lihat nama sang pengirim SMS, Prisa (yah, sebut saja begitu). Intinya dia mengabarkan kepadaku bahwa dirinya sedang berada di Banjarmasin. Oh iya, Prisa ini adalah gadis yang sedang asyik-asyiknya kusukai. Dia berasal dari kota sebelah. Mengetahui dia sedang berada di "daerah kekuasaan" ku, batin ini penasaran juga. Maka kubalas lah SMS itu dengan bertanya sesimpel mungkin:

"Ngapain Pris..?"

"Mau nonton di basket"

Prisa ini orangnya tomboi, dan dia juga seorang pemain basket. Kelak aku akan menganal dia sebagai salah satu pemain basket wanita paling terkenal dan terhebat di provinsi kaya batu bara ini. Dalam hati berani juga gadis ini menempuh jarak sejam dari kota nya ke kota Banjarmasin. Padahal sepanjang jalan menuju kesini penuh dengan marabahaya. Jangan-jangan, Prisa ingin menonton atlet laki-laki kesukaannya sampai jauh-jauh datang kemari?. Ku buang jauh-jauh pikiran itu dari otakku.

Tanpa banyak basa basi aku langsung saja mengatakan kalau ingin bertemu dan dia mengiyakan. Aku ingin sesegera pulang ke rumah kemudian mandi. Ku nyalakan motor matic kelauran jepang itu, dan langsung saja ku meninggalkan lapangan futsal laknat berlantai karpet hijau mushola itu. Ngebut, itulah yang aku lakukan, dan hampir saja aku menyerempet sebuah mobil. Pengemudinya mengklakson berkali-kali.

Aku juga tak paham mengapa dulu melakukan itu...

Sesampainya di rumah, aku langsung mandi kemudian mengistirahatkan diri sembari menunggu SMS balasan dari Prisa. Beberapa menit berlalu, tiba-tiba masuk sebuah SMS. Diriku bangkit dari kasur dan sesegeranya membuka HP. Sial, ternyata SMS dari operator. Namun, ketika tengah asyik mengumpat, sebuah SMS kembali masuk. Kali ini benar-benar dari Prisa. Ternyata dia sudah bertada di tempat nonton basket dan sudah bisa ditemui. Baiklah, dengan semangat 45', aku berangkat menuju kesana. Tak lupa aku meminta uang saku kepada Mama dengan begitu bersemangat,


Hal berbeda kita lakukan bila sudah menyangkut tentang orang tua, terkadang kita lebih "berbakti" kepada pacar/gebetan ketimbang dengan orang tua sendiri. Sungguh sebuah ironi.

Tempat nonton basket itu sendiri berada di sebuah perguruan tinggi swasta di dekat rumahku. Aku beruntung. Singkat kata, sekitar sepuluh menitan sejak menyalakan motor matic keluaran jepang itu, aku telah sampai di lokasi kejadian.


Kita sedikit membahas Prisa. Jadi begini awal mula aku bisa berkenalan dengan doi. Wanita tomboi ini adalah teman baiknya dari pacar sahabatku (saat itu). Sahabatku saat itu curhat, bahwasanya kekasihnya sedang cemburu dengan teman baiknya sendiri, dan orang itu adalah Prisa. Aku pun mencoba menjadi pendengar yang baik.

Uniknya, mungkin ini takdir, tepat setelah Sahabat ku itu curhat, Prisa ini meng-add ku di Facebook. Aku kaget bukan kepalang. Sejak saat itu, percakapan kami melalui media sosial buatan Mark Zuckerberg itu mulai intens. Puncaknya, ketika aku memberanikan diri meminta no HP nya (Halah di medsos doang beraninya mah biasa aja!). Sekali lagi, thanks to Facebook. Dan kami pun mulai sms-an.

Begitulah. Akhirnya tiba juga hari ini. Di tempat pertandingan basket ini. Jelas sekali aku gugup bercampur senang. Beberapa detik lagi aku akan melihat wajahnya secara langsung, secara live. Rasa gugup dan senang itu ditambah rasa penasaran, apakah benar rupanya semanis profile picture Facebook? Atau jangan-jangan dia sebenarnya adalah laki-laki salah orientasi? Atau dia sebenarnya alien?. Sial, ternyata perasaan tak menentu ini membuatku tak bisa berpikir waras.

Tiba-tiba di hadapanku melintas seorang wanita yang memakai sweater abu-abu. Sosoknya begitu familiar.

Ya, wanita itu adalah Prisa.

"Hai.." sapanya ramah denga senyum yang tak dibuat-buat.

"ha.. Hai.." balasku panik.

Kami pun duduk untuk menonton pertandingan basket. Rupanya dia datang untuk mendukung tim basket sekolahnya. Tim sekolah prisa memang kuat, dan sudah beberapa kali juara turnamen basket lokal. Kami cepat akrab, mulai membicarakan teman kami yang memadu kasih jarak jauh (LDR) sepanjang 40 km, sampai dengan ujian akhir yang begitu dekat.

Pertandingan basket itu dimulai semenjak senja dan belum berakhir ketika magrib tiba. Sebagai muslim, sudah seharusnya aku menunaikan sesuatu yang disamakan dengan tiang agama, yaitu sholat. Setelah berkeliling mencari mushola, akhirnya aku menemuikannya di sudut gedung utama kampus itu. Aku pun mengambil air wudhu pada tempat wudhu yang dibawahnya memakai papan sebagai lantai. Sejenak kemudian terdengar iqamat, aku segera bergegas menuju shaf pertama. Ada beberapa jamaah yang bisa dihitung dengan jari sholat disana. Hmm pada kemana ya manusia-manusia yang lain?

15 menit kemudian kegiatan sakral itu selesai. Setelah berdoa, aku pun beranjak menemui Prisa. Namun sebelumnya aku ingin ke tempat wudhu untuk mencuci tangan dan muka. Entah mengapa aku melakukan itu. Saat itu aku melepaskan kacamata kesayanganku (karena memang satu-satunya) Tiba-tiba lensa sebelah kanan kacamataku lepas. Tak hanya itu, lensa yang jatuh itu malah masuk ke dalam saluran got yang hitam dan bau melalui sela-sela papan kayu ulin, kayu khas kalimantan yang juga berwarna hitam.

Panik! seketika itu aku langsung panik dan gugup. Itu kacamataku satu-satunya bung! Masa aku berjalan memakai kacamata yang sebelah lensanya hilang? Aku bukan Bezita, pangeran bangsa Saiya yang memakai scooter untuk melacak pancaran tenaganya Goku.

Oke ini tidak lucu, dan ini bukan waktunya bercanda. Di tengah kepanikan yang melanda sekujur tubuhku, Sekonyong-konyong datang seorang lelaki tua berbadan kurus agak tinggi. Sepertinya dia melihat ku begitu kebingungan. Kemudian dia bertanya:

"Ada apa..?"

"Ini pak..lensa kacamata saya hilang, jatuh ke dalam got.." jawabku lirih dan pasrah.

Setelahnya, terjadilah peristiwa yang tak pernah kuduga sebelumnya.

Lelaki tua kurus kering itu, tanpa basa basi dalam sekejap membuka papan kayu ulin, kemudian mengaduk-ngaduk alias mengobok-ngobok got yang hitam, kotor dan bau peceran itu dengan tangannya sendiri. Rupanya dia mencoba menolongku dengan mencari sebelah lensa yang hilang bak ditelan bumi. Dalam beberapa saat, lensa itu ditemukannya, kemudian diserahkan kepadaku. Gila, men! got itu sungguh mneyeramkan, kotor dan bau pula, melihatnya pun aku tak bernyali. Namun bapak ini, dengan ilkhlas membantuku melewatu cobaan ini.

Setelah itu, tanpa berbicara sepatah kata pun beliau langsung beranjak meninggalkanku, Sangat misterius persis seperti kedatangannya tadi. Melihat kejadian itu, aku hanya bisa melongo dan tak bisa berkata apa-apa lagi selain terima kasih yang sebesarnya-besarnya.

Aku pun beranjak menemui Prisa yang manisnya makin terlihat jelas karena aku memakai lensa yang lengkap.

Terkadang orang yang berjasa bagi kehidupan kita, malah kita lupakan begitu saja seperti kerikil di ujung jalan...



Malang, 3 Desember 2014

Komentar

  1. Kadang, pacar kita anggap lebih berharga dari orangtua, padahal jasa mereka lebih besar dari pacar :')

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wawancara dengan Alfa Maqih

Pindah